‘I La Galigo’, Menghidupkan Kembali Kisah Sawerigading dari Tanah Bugis

Populer

JAKARTA – Layar besar berada di belakang panggung yang seketika berubah warna menjadi gradasi biru. Sosok pria berpakaian serba kuning naik dan duduk bersila di tepi bagian kanan panggung.

Di depannya terdapat meja pendek dan buku tebal yang tampak kuno, lantas dibukanya. Belasan pemain musik mengikutinya masuk dan duduk di bagian seberang lainnya.

Ibarat narator, lelaki tersebut menjadi pembuka dan penyambung alur cerita dalam pementasan ‘I La Galigo’ yang saat ini dipentaskan di Ciputra Artpreneur Theatre Jakarta. Pentas pun dibuka dengan lantunan bahasa Bugis yang dibacakan narator.

Ketika ia sedang membacakan dengan diiringi musik khas Bugis, para pemain masuk pelan-pelan sambil membawa beberapa perabotan. “Jika Dunia Tengah berakhir sekarang, siapakah yang akan ingat legenda Sawerigading? Aku adalah putranya, I La Galigo. Beri aku waktu untuk menceritakan kisah keluargaku dan para dewa,” kata seorang anak dalam bahasa Bugis.

Cerita berpindah ke adegan berikutnya ketika orang tua I La Galigo mulai dilantunkan dalam versi drama panggung. Alkisah dahulu kala, ada Batara Guru yang turun ke bumi untuk menjadi raja. Batara Guru tersebut memerintah kerajaan Luwuq di Tanah Bugis dan memiliki anak kembar bernama Sawerigading (ayah I La Galigo) dan We Tenriabeng.

Keduanya hidup terpisah sejak masih kecil. Sawerigading yang perantau dan petualang disurut menjelajah mengelilingi laut. We Tenriabeng yang cantik jelita tinggal di dekat Istana.

Ketika Sawerigading ingin menikah dan mencari istri, ada seseorang yang memberitahu kalau ada perempuan cantik di istana kerajaannya. Ketika masuk ke ruangan, ia langsung jatuh cinta kepada saudara kembangnya.

Rasa jatuh cinta dan berniat meminang We Tenriabeng diutarakan Sawerigading kepada ayahnya. Namun ayahanda murka. “Kalau kau menikahi saudara kembarmu, akan ada tragedi yang buat kerajaan ini runtuh,” ujar ayah Sawerigading.

Dia pun sakit hati dan membuat kerusuhan di kerajaan. Hanya We Tenriabeng yang berhasil memendam kemarahan Sawerigading.

“Di Tanah China kau akan menemui perempuan paling cantik bernama We Cudaiq. Pergilah ke sana dengan membuat kapal dari pohon paling suci di Tanah Bugis, nikahilah dia,” ujar We Cudaiq.

Kisah cinta terlarang Sawerigading dan We Cudaiq menjadi bumbu romansa dalam pertunjukan ‘I La Galigo’. Pementasan tersebut diambil dari epos ‘Sureq Galigo’ di abad ke-13 dan ke-15 dalam bentuk bahasa Bugis kuno.

Perjalanan Sawerigading diarahkan oleh sutradara Amerika Robert Wilson. Sedangkan naskahnya ditulis oleh dramaturg asal New York, Rhoda Grauer.

Selama dua jam lamanya, penonton akan terpesona dengan artistik panggung yang sederhana, permainan tata cahaya, kemewahan kostum bersama warna-warnanya rancangan Bin House yang ketika disorot lampu panggung menambah kemegahan ‘I La Galigo’. Kelihaian akting dan koreografi pemain pun tak diragukan lagi.

Ditambah apresiasi musik gubahan Rahayu Supanggah yang menambah eksotik pertunjukan ‘I La Galigo’. Setiap adegan yang dihadirkan musiknya selalu berbeda, setiap gerak dalam lakon pun sama. Rahayu Supanggah bersama 70 instrumen musik tradisional Sulawesi, Jawa, dan Bali sukses membuai penonton.

Tak butuh kemegahan lainnya bagi ‘I La Galigo’ untuk disebut sebagai karya kelas dunia. Dengan nama besar ‘Sureq Galigo’ yang sudah melegenda seperti ‘Ramayana’ dan ‘Mahabharata’ kemagisan ‘I La Galigo’ sudah membuat orang yang tahu sejarah dan budaya Tanah Bugis saja bisa merinding.

Setiap detail pertunjukan tak luput dipikirkan Robert Wilson cs. Bedanya hanya tak ada lagi Bissu yang membacakan naskah dalam lakon. Tampaknya Yayasan Bali Purnati bersama Ciputra Artpreneur berhasil membawa nama ‘I La Galigo’ balik lagi ke Ibu Kota yang kedua kalinya, setelah bertualang ke 9 negara dan 12 kota di dunia.

‘I La Galigo’ menjadi tontonan wajib akhir pekan ini. Tiket pertunjukannya juga masih bisa dipesan di Ciputra Artpreneur untuk jam pentas pukul 15.00 dan esok hari di jam yang sama. ‘I La Galigo’ menjadi batu permata tersembunyi yang sukses diasah jadi berlian. Selamat menyaksikan! (tia/mau/detik.com)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Berita Terbaru