MAMUJU, MATALENSA.ID –– Kepala BPS Provinsi Sulawesi Barat Tina Wahyufitri, angkat bicara mengenai angka Kemiskinan dan angka Kemiskinan Ekstrem di Sulawesi Barat.
Tina Wahyufitri, menyampaikan, BPS ditugaskan melakukan pendataan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) sebanyak dua kali dalam setahun. Dimana, Survei ini bertujuan untuk mengumpulkan data terkait kondisi sosial ekonomi masyarakat, meliputi
pendidikan, kesehatan, perumahan, dan berbagai aspek lainnya.
Dari hasil pendataan Susenas inilah, BPS dapat menghasilkan angka kemiskinan untuk
disampaikan kepada pemerintah. Angka kemiskinan menjadi indikator penting untuk melihat
bagaimana upaya pengentasan kemiskinan di suatu wilayah, sementara angka kemiskinan
ekstrem menjadi agenda prioritas nasional.
Berdasarkan hasil Susenas Maret 2024, tingkat kemiskinan di Sulawesi Barat sebesar 11,21
persen. Angka ini menunjukkan penurunan sebesar 0,28 persen poin dibandingkan Maret
- Namun BPS mencatat tingkat kedalaman kemiskinan dan keparahan kemiskinan yang
mengalami kenaikan. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) naik 0,05 poin, sedangkan Indeks
Keparahan Kemiskinan (P2) naik 0,03 poin dibandingkan Maret 2023.
Yang menjadi tantangan pemerintah daerah untuk menurunkan dua indeks ini adalah kepala rumah tangga miskin mayoritas tamat SD, sebesar 46,17 persen sementara 22,73 persen kepala rumah
tangga miskin tidak dapat membaca dan menulis.
Untuk angka kemiskinan ekstrem, berdasarkan data yang dirilis oleh BPS pada tahun 2023
angka ekstrem Sulawesi Barat turun signifikan dari 2,94 persen di 2022 menjadi 0,75
persen di 2023. Sementara pada 2024, tingkat kemiskinan ekstrem di Sulawesi Barat naik
0,71 persen menjadi 1,46 persen. Peningkatan inilah yang tercatat tertinggi se Indonesia.
“Mengapa kemiskinan ekstrem Sulbar meningkat? Potret ini sejalan dengan fenomena, terjadi penurunan pengeluaran pada penduduk tingkat terbawah di Sulawesi Barat, terutama mereka yang termasuk dalam kategori miskin ekstrem. Perubahan Bantuan Sosial
menjadi tunai dan dihapuskannya aturan penggunaan dana desa minimal untuk penanggulangan miskin ekstrem, diduga menjadi faktor yang mempengaruhi hal in,’urainnya. (*)